Di antara gugusan pulau yang membentuk Sumatera Barat, tersembunyi Kepulauan Mentawai, rumah bagi salah satu suku tertua di Indonesia yang kaya akan tradisi unik, salah satunya adalah seni tato Mentawai. Lebih dari sekadar hiasan tubuh, tato Mentawai bagi masyarakat suku Mentawai adalah sebuah bahasa visual yang menceritakan identitas, status sosial, hingga hubungan spiritual dengan alam. Tradisi merajah tubuh ini diperkirakan telah ada sejak 1500 SM – 500 SM, menjadikannya salah satu seni tato tertua di dunia.
Makna Mendalam di Setiap Ukiran
Setiap motif dalam tato Mentawai memiliki arti dan filosofi tersendiri. Bukan sekadar gambar, tato ini adalah representasi dari perjalanan hidup, pencapaian, dan kedudukan seseorang dalam masyarakat. Misalnya, motif binatang buruan seperti babi, rusa, atau monyet dapat menunjukkan keahlian seseorang dalam berburu. Motif bintang “Sibalu-balu” seringkali menghiasi tubuh seorang Sikerei (dukun atau tokoh spiritual), melambangkan kesuburan dan penjaga kesehatan komunitas.
Proses Pembuatan yang Sakral
Proses pembuatan tato Mentawai dilakukan secara tradisional menggunakan alat yang terbuat dari kayu dan tulang binatang yang ditajamkan. Tinta yang digunakan berasal dari campuran arang tempurung kelapa dan air tebu. Proses “mengetok” ini dilakukan secara manual dan membutuhkan kesabaran serta keahlian khusus dari sipatiti (ahli tato). Bagi masyarakat Mentawai, proses ini bukan hanya sekadar merajah kulit, tetapi juga sebuah ritual yang seringkali melibatkan upacara dan penyembelihan hewan kurban.
Tato Sebagai Identitas dan Warisan Budaya
Tato Mentawai berfungsi sebagai penanda identitas yang sangat kuat. Motif pada tubuh seseorang dapat menunjukkan asal-usul wilayah, marga, hingga status sosialnya. Bahkan, perbedaan motif antar lembah di Mentawai menjadi ciri pembeda antar komunitas. Bagi suku Mentawai, tato adalah “pakaian abadi” dan representasi roh kehidupan mereka, menghubungkan manusia dengan alam semesta yang diyakini memiliki jiwa.
Sayangnya, tradisi tato Mentawai kini menghadapi tantangan zaman. Generasi muda Mentawai mulai meninggalkan tradisi ini, dan larangan pemerintah di masa lalu juga sempat menghambat perkembangannya. Namun, upaya pelestarian terus dilakukan oleh para tetua adat dan seniman tato untuk menjaga warisan budaya yang tak ternilai harganya ini agar tidak hilang ditelan waktu.