Pernikahan dini menjadi masalah serius yang menciptakan hambatan akses signifikan terhadap pendidikan formal bagi anak-anak. Setelah menikah, sebagian besar anak yang berada dalam situasi ini menghadapi kesulitan besar untuk melanjutkan sekolah. Impian mereka untuk meraih pendidikan tinggi seringkali harus pupus karena tanggung jawab baru yang harus dipikul di usia yang sangat muda.
Tanggung jawab sebagai pasangan, dan seringkali sebagai calon orang tua, menjadi hambatan akses utama. Beban mengurus rumah tangga, mencari nafkah, atau mempersiapkan kelahiran anak, mengambil alih prioritas dari kegiatan belajar. Waktu dan energi yang seharusnya dialokasikan untuk sekolah kini tercurah pada kehidupan rumah tangga.
Ekspektasi sosial juga berperan besar sebagai hambatan akses pendidikan. Masyarakat seringkali berharap bahwa setelah menikah, seorang anak harus fokus pada perannya di rumah tangga. Ada pandangan bahwa pendidikan formal menjadi tidak lagi relevan atau bahkan tidak diperlukan bagi mereka yang sudah berumah tangga, terutama anak perempuan.
Akibatnya, banyak dari mereka yang menikah dini terpaksa putus sekolah. Lingkungan belajar yang tidak kondusif, tekanan finansial, dan kurangnya dukungan keluarga atau masyarakat, semakin memperparah hambatan akses ini. Mereka yang seharusnya berada di bangku sekolah justru kehilangan kesempatan emas untuk berkembang.
Padahal, pendidikan adalah kunci untuk masa depan yang lebih baik. Tanpa pendidikan yang memadai, anak-anak yang menikah dini akan kesulitan mendapatkan pekerjaan layak dan terjebak dalam lingkaran kemiskinan. Kondisi ini memperpetisi masalah sosial dari generasi ke generasi.
Pemerintah dan berbagai organisasi non-pemerintah terus berupaya mengatasi hambatan akses ini. Program-program pendidikan kesetaraan, beasiswa, dan advokasi terus digalakkan untuk memberikan kesempatan kedua bagi mereka yang terpaksa putus sekolah akibat pernikahan dini.
Pentingnya edukasi tentang bahaya pernikahan dini dan dampaknya terhadap pendidikan harus terus disosialisasikan. Masyarakat perlu memahami bahwa pendidikan adalah hak setiap anak, terlepas dari status pernikahan mereka. Mengatasi hambatan akses ini adalah investasi untuk masa depan bangsa.
Dengan dukungan yang tepat dari keluarga, masyarakat, dan pemerintah, diharapkan tidak ada lagi anak-anak yang kehilangan hak atas pendidikan mereka hanya karena pernikahan dini. Kita harus bekerja sama untuk menghilangkan hambatan akses ini dan memastikan setiap anak memiliki kesempatan yang sama untuk meraih mimpi.
