Murid di daerah terpencil kesulitan mendapatkan akses pendidikan berkualitas, sebuah masalah krusial yang menciptakan ketidakadilan dalam persaingan. Fasilitas pendidikan yang minim, mulai dari bangunan yang tidak layak hingga keterbatasan listrik dan internet, menjadi penghambat utama. Kondisi ini memperlebar jurang antara pendidikan di perkotaan dan pelosok negeri, mengurangi kesempatan anak-anak di daerah tersebut untuk meraih masa depan yang lebih baik.
Fasilitas yang minim di daerah terpencil kesulitan untuk mendukung proses belajar mengajar yang efektif. Ketiadaan perpustakaan yang memadai, laboratorium, atau bahkan meja kursi yang layak, menghambat siswa dalam mengembangkan potensi mereka. Lingkungan belajar yang tidak kondusif ini seringkali membuat murid kelelahan dan kurang termotivasi untuk datang ke sekolah setiap hari, sehingga mereka sulit fokus.
Selain fasilitas, masalah kualitas guru yang kurang memadai juga menjadi kendala serius di daerah terpencil kesulitan. Banyak guru enggan ditempatkan di lokasi yang sulit dijangkau, atau jika ada, mereka mungkin kekurangan pelatihan yang relevan. Ini berdampak pada metode pengajaran yang tidak inovatif, sehingga siswa tidak mendapatkan stimulasi yang cukup untuk berpikir kritis dan kreatif.
Fokus kurikulum yang terlalu standar juga tidak selalu cocok untuk daerah terpencil kesulitan. Materi yang relevan dengan konteks lokal seringkali terabaikan, sementara siswa dipaksa mempelajari hal-hal yang kurang aplikatif bagi kehidupan mereka. Akibatnya, pembelajaran terasa jauh dari realitas, mengurangi minat siswa dan adanya asumsi bahwa pendidikan tidak terlalu relevan bagi mereka.
Kombinasi faktor-faktor ini menciptakan ketidakadilan dalam persaingan. Siswa dari daerah terpencil kesulitan untuk bersaing di jenjang pendidikan lebih tinggi atau di dunia kerja, karena bekal yang mereka dapatkan tidak sebanding. Ini menjadi lingkaran setan yang sulit diputus, menghambat mobilitas sosial dan ekonomi masyarakat di daerah tersebut.
Pemerintah melalui Pemerintah Provinsi harus mengambil langkah serius untuk mengatasi masalah ini. Pembangunan infrastruktur pendidikan yang merata, penyediaan fasilitas yang memadai, dan insentif bagi guru yang bersedia mengabdi di daerah terpencil adalah prioritas. Program pendidikan harus lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan lokal, sehingga mereka bisa mendapatkan pendidikan yang layak.
Komunitas petani dan masyarakat adat juga memiliki peran penting. Mereka bisa bergotong royong membangun dan merawat fasilitas sekolah sederhana, atau bahkan menjadi pengajar sukarela. Semangat kebersamaan ini dapat menjadi modal sosial yang kuat untuk mengatasi keterbatasan sumber daya, dan menjaga semangat belajar tetap menyala.
